RODA kehidupan memang berputar. Kesabaran, ketekunan,
kerja keras,dan pantang menyerah menjadi modal utama seorang pedagang
tahu keliling yang kini menjadi bos pabrik yang memproduksi bahan
makanan beromzet jutaan rupiah.
Adalah Acim Artasin (45) yang
pertama kali menginjakkan kakinya di Jakarta, tepatnya di daerah
Kebayoran Lama, sekira 1971 silam. Ketika itu, dia masih duduk di bangku
sekolah menengah pertama (SMP). Kedatangannya di Jakarta langsung
membawanya mengenal acara berdagang di pasar tradisional. Akhirnya,
sembilan tahun kemudian, Acim mulai menggeluti proses jual beli bahan
makanan. Berdagang tahu menjadi pilihan pekerjaan baginya. Bisnis
keluarga menjadi salah satu latar belakang Acim untuk ikut serta
memasarkan tahu dengan sasaran rumah tangga. Mulailah Acim berdagang
tahu keliling yang kala itu keuntungan yang didapatnya tidak lebih dari
seratusan ribu rupiah per hari.
Meskipun setiap harinya Acim
harus berjalan menyusuri jalan di bawah terik matahari, dia melakukannya
untuk kehidupan yang diyakini akan lebih baik. ”Sambil berjualan
keliling kompleks perumahan, saya juga mulai mengumpulkan modal untuk
usaha,” ujar Acim saat ditemui harian Seputar Indonesia (SINDO) di
pabrik tahu miliknya di daerah Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
Kesabaran,
ketekunan, dan kerja keras tanpa mengeluh ternyata membuahkan hasil.
Setelah lebih kurang 19 tahun berjualan tahu keliling, modal yang
dikumpulkan Acim pun mulai menumpuk. Tidak banyak memang,namun bisa
membuat pekerjaannya sedikit lebih ringan. Minimal, dengan modal yang
dia punya, bisa membuatnya berjualan tahu di pasar tradisional tanpa
harus keliling.
Tahun 2000 mulailah Acim memasarkan tahunya di
pasar tradisional. Meskipun sudah berjualan di pasar, Acim tidak
berhenti mengumpulkan dana untuk memajukan usahanya. Tiga tahun lamanya
di berjualan di pasar, peluang membesarkan usahanya nampak di depan
mata. ”Awal 2003, ada pengusaha pabrik tahu yang bangkrut dan menawarkan
saya untuk membeli pabrik dan alat-alat produksinya. Kesempatan itu
langsung saya ambil,” ucapnya mengenang. Sebuah pabrik pengolahan tahu
yang berdiri di atas tanah seluas 100 meter persegi menjadi titik balik
perjalanan usaha Acim yang lebih besar. Untuk memulai menjadi seorang
bos industri pengolahan bahan makanan, Acim tentu harus merogoh kantong
lebih dalam.
Untuk membeli bangunan pabrik pengolahan, dibutuhkan
dana yang tidak sedikit, yakni berkisar Rp9 juta. Sementara untuk
membeli perabotan dan beberapa alat produksi pengolahan tahu seperti
mesin uap,tungku air,dan lainnya, Acim membutuhkan dana minimal Rp7
juta. Tentu saja dana tersebut lumayan besar di mata Acim. Namun,
tekadnya sudah sebesar gunung untuk mengambil kesempatan ini dan bisa
memulai bisnis dengan keuntungan yang cukup menjanjikan di kemudian
hari. Dua tahun kemudian, Acim memutuskan menjalankan bisnis ini. Awal
tahun 2005, Acim memberanikan diri meminjam modal ke Bank Rakyat
Indonesia (BRI) sebesar Rp35 juta yang untuk membeli lahan pabrik dan
bangunannya beserta peralatan pengolahan tahu.
”Harga tanah
sendiri sudah sangat mahal sekitar Rp50 juta, tapi bisa dicicil.Jadi
pinjaman dari bank bisa untuk memulai usaha sambil menabung untuk
melunasi utang tanah dan utang ke bank,” jelasnya. Sadar tidak mampu
menjalankan industri pengolahan makanan seorang diri, Acim merekrut
tujuh tenaga kerja yang sudah terampil dalam menjalankan mesin
pengolahan maupun yang masih baru. Bahkan,dia pernah mempekerjakan 20
orang sekaligus. Namun, jumlah tersebut tidak bertahan lama.Kini,di
pabrik kecil miliknya itu, dia mempekerjakan sedikitnya sembilan tenaga
kerja.
Acim menceritakan, pada awalnya, industri pengolahan tahu
miliknya hanya mampu memproduksi sedikitnya 1 kuintal tahu per hari yang
kemudian didistribusikan ke pasar tradisional di daerah Ciputat dan
sekitarnya. Menurutnya, tidak banyak keuntungan atau omzet yang
diperolehnya pada masa awal menjalankan bisnis ini. ”Paling besar
keuntungan per hari hanya Rp300.000. Itu pun sudah dikurangi dengan
belanja bahan dasar pembuat tahu dan upah pekerja di sini,” paparnya.
Optimisme terpancar dalam diri Acim. Meskipun kondisi awal tidak
menguntungkan dan jauh dari ekspektasinya, dia tetap yakin bisnis yang
dijalankan akan membawanya pada kehidupan yang lebih baik.
Optimisme
yang tinggi membawanya bekerja lebih keras. Alhasil, perlahan tapi
pasti, pabrik miliknya mulai berkembang. Acim bukanlah orang pertama
yang memiliki pabrik pengolahan tahu di daerah Ciputat dan sekitarnya.
Kerasnya persaingan dan kualitas bahan makanan jadi yang diolah di
pabrik dan dipasarkan di pasar tradisional membuat Acim tidak boleh
menyerah. Alhasil,kini pabrik pengolahan tahu miliknya mampu memproduksi
sedikitnya 6 kuintal tahu per hari untuk dipasarkan di rekanannya di
pasar Ciputat dan sekitarnya. Lebih dari 1.000 tahu putih ukuran besar
dan 790 tahu ukuran kecil yang biasanya dikonsumsi di rumah tangga
dihasilkan dari pabrik kecil miliknya. Tentu saja, kuantitas ini harus
dibayar cukup mahal.
Biaya produksi dalam sehari mencapai Rp5
juta. Biaya itu tidak hanya dipergunakan untuk membeli bahan dasar
pengolahan tahu, biaya proses pengolahan,dan upah bagi para pekerjanya.
Jika sehari saja biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp5 juta,maka
selama kurun waktu satu bulan, dana sebesar Rp150 juta harus dikeluarkan
untuk memproduksi tahu-tahu berkualitas dan bergizi tinggi. Keuntungan
yang didapatnya pun terbilang sudah cukup besar baginya. Jika pada
awalnya hanya meraup keuntungan Rp300.000 per hari, kini omzetnya jauh
di atas itu. Sayangnya, dia enggan menyebutkan omzet yang didapatnya
kini.
”Yang jelas bisa untuk menutupi biaya produksi dan bisa
membayar cicilan utang ke bank,” katanya sambil tersenyum. Untuk
mendistribusikan hasil pengolahannya, Acim juga memiliki sebuah mobil
operasional berjenis pikap yang siap mengantarnya ke pasar tradisional
setiap malam. Salah satu kebanggaannya dengan bisnis ini, Acim sudah
berhasil mengantarkan anaknya menjalani proses pendidikan tinggi di
sebuah perguruan tinggi di Kota Bandung.
Setiap usaha menuju
kesuksesan kerap menemui hambatan. Begitu pula yang terjadi pada bisnis
industri pengolahan bahan makanan yang dirintis Acim.
Langkahnya
menapaki dunia usaha tidak berjalan mulus. Insiden kebakaran yang
melanda pabrik tahu miliknya adalah duka terdalam selama dia menjalankan
bisnis ini. Amukan si jago merah pada 2005 silam membumihanguskan
seluruh bangunan pabrik tahu beserta isinya. Beruntung, rumah tinggalnya
yang persis berdampingan dengan pabrik itu tidak ikut habis terbakar.
”Semua ludes dan tidak bersisa. Yang tersisa hanya pakaian yang menempel
di badan saja. Ini cobaan terberat selama saya menjalankan usaha ini,”
kenang Acim. Kebakaran yang terjadi lima tahun silam bermula karena
mampetnya minyak tanah dalam tungku sehingga membuat api di tungku uap
membesar dan melahap seluruh barang di dalamnya.
Kerja keras Acim
pun seolah habis tidak bersisa. Akibat insiden amukan si jago merah
tersebut, Acim mengalami kerugian sekitar Rp100 juta,angka yang cukup
besar baginya. Pascakebakaran,tentu saja semua harus dimulai dari awal
lagi. Acim mulai mengumpulkan modal untuk melanjutkan usahanya. Acim pun
menggadaikan mobil operasional miliknya untuk mendapatkan dana Rp35
juta. ”Waktu itu tidak berutang lagi karena dibantu oleh saudara-saudara
saya yang menyumbangkan barang-barang berharga untuk modal saya.Dari
saudara-saudara,saya dapat Rp30 juta,”papar Acim. Tidak mau menyerah
dengan keadaan, Acim mulai merangkai kembali usahanya.Tragedi kebakaran
tersebut justru semakin memperbesar usahanya.
Bangunan pabrik
yang semula hanya 100 meter persegi kini diperlebar hingga menjadi 200
meter persegi.Bangunan pabrik miliknya terlihat lebih luas dan bisa
dipergunakan untuk memaksimalkan produksi tahu.Selain itu,dia juga
berhasil menebus kembali mobil operasional yang digadaikan untuk memulai
usaha pascakebakaran. Bahkan, kini Acim sudah terlihat lebih maju
beberapa langkah. Pada sepetak lahan di depan pabriknya, terparkir
sebuah mobil keluarga. Meskipun dibeli dengan mencicil Rp4,5 juta per
bulan, mobil itu seolah menjadi bukti keberhasilan kerja keras.
sumber : http://economy.okezone.com/read/2010/09/19/22/373549/juragan-tahu-yang-kini-beromzet-jutaan
Just another free Blogger theme
0 komentar:
Posting Komentar